Jumat, 27 Februari 2015

MAKALAH PPD "PENYIMPANGAN PRILAKU REMAJA"


LAPORAN
MATA KULIAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
“ PENYIMPANGAN PRILAKU REMAJA ”









Disusun oleh :

Andika Modona Putra
NIM : 12040045

Dosen Pembimbing :
Dra. Yuniarti  Munaf, M.pd



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)  PGRI SUMATERA BARAT
2014


 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

            Perilaku menyimpang juga bisa disebut dengan penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai kesusilaan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan, agama, maupun secara individu. Dalam definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Tim Prima Pena, Gita Media Press).
            Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Banyak sekali istilah yang digunakan dalam menyebut masa ini, ada masa pubertas, puberty dari bahasa Inggris, puberteit dari bahasa Belanda dan lain-lain. Masa remaja didefinisikan dengan penggolongan manusia yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Manusia pada usia transisi ini kondisi psikologis maupun cara berpikirnya cenderung tidak stabil dan banyak mengalami goncangan, dikarenakan masih belum bisa menemukan prinsip yang benar dalam hidupnya.
            Remaja cenderung suka mencoba hal baru, dalam artian di usia ini remaja masih mencari-cari jati dirinya. Remaja lebih menyukai bergerombol atau membentuk kelompok dari pada menyendiri. Dari sinilah perilaku menyimpang dapat timbul. Bagi remaja yang kurang bisa mengontrol dirinya dan tidak bisa menyaring setiap kebudayaan negatif dari luar yang masuk, akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan pada remaja. Kondisi lingkungan sekitarnya juga sangat mempengaruhi, misal kondisi di rumah, kondisi lingkungan masyarakatnya yang negatif dan di sekolahnya. Maka dari itu sangat dibutuhkan selfdifense yang baik bagi remaja, agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang negatif.
          Penyebab Penyimpangan remaja dikarenakan manusia, termasuk anak dan remaja adalah mahluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi yang terbuka dengan berbagai faktor yang sulit dideteksi secara jelas, dan memungkinkan lebih bersifat individual. Profesi pekerjaan sosial merupakan profesi yang  bertanggung jawab atas masalah sosial Penyimpangan remaja, menunjuk ketidakmampuan orang tua sebagai penyebab penyimpangan  remaja, yang dalam hal ini berarti keluarga. Orang tua seharusnya memiliki kompetensi untuk mengendalikan anak-anak mereka, terutama yang sedang memasuki masa remaja. Sosiolog memandang disorganisasi sosial sebagai penyebab terjadinya Penyimpangan remaja, sedangkan psikolog mengacu pada pandangan Freud, bahwa Penyimpangan remaja disebabkan oleh terjadinya inner conflict, kelabilan emosional dan emosi alam bawah sadar lainnya.
            Banyaknya penyimpangan yang di lakukan remaja berakibat buruk terhadap pendidikan yang di jalaninya. Banyak diantara remaja yang putus sekolah akibat melakukan perbuatan – perbuatan yang menyalahi aturan sekolah. Putus sekolah merupakan masalah yang sangat penting untuk dibicarakan dan dicari jalan keluarnya. Permasalahannya putus sekolah di Indonesia bukan masalah kecil. Sebagaimana kita ketahui bersama, jumlah anak yang putus sekolah di Indonesia dewasa ini angkanya tidak puluhan orang tetapi sudah mencapai ribuan orang, ini bukan angka yang kecil. Dalam penyelesaian masalah anak putus sekolah ini, bukanlah tanggung jawab satu, dua orang atau suatu instansi saja. Tetapi semua orang dan semua lembaga bertanggung jawab pada masalah ini. Jika masalah anak putus sekolah ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia dan sosial bangsa pun akan terganggu.
            Dengan banyaknya anak putus sekolah akan berdampak kepada pengangguran karena kemampuan yang dimiliki anak putus sekolah tersebut tidak mencukupi untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin canggih dan membutuhkan keahlian khusus. Maka, angka pengangguran pun akan bertambah. Jadi, bagaimana Indonesia bisa dan mampu bersaing dengan Negara-negara maju, sedangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia masih jauh ketinggalan dari Negara-negara maju.
            Selain itu, anak-anak yang putus sekolah yang akhirnya menganggur akan semakin didesak oleh kebutuhan hidup yang terus meningkat, yang mendorong untuk bertindak kriminalitas seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain-lain. Yang membuat masyarakat menjadi terganggu dan ketentraman yang telah terjalin ditengah-tengah masyarakat akan hilang.

1.2  Rumusan Masalah
          Adapun rumusan masalah yang hendak dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Penyimpangan prilaku remaja di sekolah
b. Menyelidiki faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja putus sekolah

1.3 Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah:
a.  Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
b. Mengetahui penyimpangan prilaku remaja disekolah
c. Untuk mengetahui penyebab remaja putus sekolah
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Masa Remaja
          Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.  Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
          Ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut:
  1. Merupakan periode transisi/peralihan
  2. Merupakan periode perubahan, misalnya: perubahan kepekaan emosi, bentuk tubuh, peran, minat, dan nilai.
  3. Merupakan masa mencari jati diri/identitas diri.
  4. Merupakan masa yang tidak realistik, karena mereka memandang sesuatu dari “kacamata”-nya sendiri, yang kadang jauh dari realita
          Ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja, diantaranya sebagai berikut:
  1. Menerima kodisi fisik apa adanya, dan mampu memanfaatkannya secara efektif.
  2. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dg teman sebaya, baik sejenis maupun lain jenis.
  3. Mencapai peran sosial yang bertanggung jawab sebagai pria/wanita.
  4. Mencapai kemandirian emosional dari ortu maupun orla.
  5. Mempersiapkan karier ekonomi.
  6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
          Pada masa remaja terdiri atas kebutuhan-kebutuhan:
a.                Mencapai sesuatu => memupuk ambisi
b.               Kebutuhan akan rasa: superior, ingin menonjol, ingin terkenal.
c.                Kebutuhan untuk berkompetisi
b.      Kebutuhan untuk tampil memukau
c.       Kebutuhan bebas menentukan sikap (tidak mau didekte) FILE DI: Psikologi Perkembangan II-Pendahuluan-08
d.      Kebutuhan untuk menjalin persahabatan
e.       Kebutuhan untuk berempati
f.       Kebutuhan untuk mencari simpati
g.      Kebutuhan untuk menghindari rutinitas
h.      Kebutuhan untuk mengatasi hambatan
i.        Kebutuhan untuk menyalurkan agresivitas
j.        Kebutuhan bergaul dengan lawan jenis

2.2     Permasalahan Remaja
          Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
          Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
          Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
a)      Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
b)      Ketidakstabilan emosi.
c)      Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
d)     Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
e)      Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
f)       Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
g)      Senang bereksperimentasi.
h)      Senang bereksplorasi.
i)        Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j)        Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
          Namun ada beberapa permasalahan utama yang sering dialami oleh remaja, yaitu:
a   Permasalahan Fisik dan Kesehatan
          Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
          Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
b   Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang
          Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
a)      Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
b)      Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
c)      Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.

2.3 Pengertian Putus Sekolah
            Pendidikan merupakan kebutuhan setiap orang. Setiap individu di dunia ini memerlukan pendidikan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Setiap anak yang terlahir ke dunia, mereka belajar. Belajar mulai dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar. Setelah menginjak usia balita, anak mulai membutuhkan pendidikan non formal dan formal. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang bersumber dari keluarga, masyarakat dan lingkungan. Pendidikan non formal diperoleh oleh seorang anak secara gratis dan tanpa diminta pun seorang anak pasti akan mendapatkannya. Yaitu  pendidikan yag diberikan oleh ayah,ibu dan kakak-kakanya serta orang yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Berbeda dengan pendidikan formal. Pedidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh oleh seorang dari lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah.
            Pendidikan dapat diartikan sebagai perbuatan mendidik, pengetahuan tentang mendidik. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses timbal balik dari pribadi-pribadi manusia dalam menyesuaikan diri dengan manusia lain dan dengan alam semesta. Sedangkan pengertian sekolah menurut WJS. Poerwodarmita adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.
            Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian putus sekolah adalah seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu diingkat sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk belajar dan menerima pelajaran, tetapi tidak menyelesaikan pendidikannya atau tidak sampai lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
           

            Pengertian putus sekolah dapat pula diartikan sebagai Droup-Out (DO) yang artinya bahwa seorang anak didik yang karena sesuatu hal biasa disebabkan karena malu, malas, takut, sekedar ikut-ikutan dengan temannya atau karena alasa lain sehingga mereka keluar dari sekolah dan tidak masuk lagi untuk selama-lamanya.
                                                    
























BAB III
HASIL WAWANCARA

3.1 Data Hasil Wawancara

A. Waktu dan Tempat Kegiatan
Acara ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal                 : Rabu, 17 Desember 2014.
Pukul                               : 17.00 WIB s/d selesai.
Tempat                            : Mata Air

B. Laporan Hasil Wawancara

Narasumber             :    Adi
Pewawancara           :    Andika ModonaPutra
Juru Foto                 :    Asep Tianus
Juru video                :   Asep Tianus   

Pertanyaan Pembuka & Pertanyaan Isi :

P: Perkenalkan nama saya Andika dari kampus STKIP PGRI padang. Saya  mau menanyakan beberapa hal kepada adek, sebelum itu kalau boleh tau nama adek siapa ya? Sekolah dimana?
N: Boleh bang, nama saya Adi. Udah berhenti bang
P: Umur kamu sekarang berapa?
N: 18 tahun
P : Kenapa Adi putus sekolah?
N:Karena pergaulan bang
P: Sewaktu sekolah seperti apa pergaulan Adi ?
N: Sering cabut (bolos) dari sekolah
P: Apa yang dilakukan ketika bolos sekolah ?
N: Pergi tawuran bang
P: Emangnya dulu Adi sekolah dimana ?
N: SMA Pertiwi 2 Padang
P : Tawurannya dengan siswa mana?
N: SMA PGRI 6 Padang.
P : Hal yang sering memicu tawuran apa?
N: Karena digangguin sama siswa SMA PGRI 6
P: Mengapa Adi ikut tawuran ?
N: Diajak sama teman
P: Kalau tidak ikut?
N: Dijauhin (dikucilkan)
P: Apa pendapat orang tua Adi sehubungan dengan Adi berhenti sekolah?
N: Di suruh sekolah lagi
P: Lalu kenapa Adi tidak sekolah lagi ?
N: Faktor ekonomi bang
P: Bagaimana dengan pergaulan di lingkungan tempat tinggal Adi?
N: Banyak mengarah ke hal- hal negatif bang
P: Keinginan Adi sendiri bagaimana?
N: Pengen kembali sekolah lagi bang
P: Selama berhenti sekolah apa yang Adi lakukan?
N: Gak ada kegiatan bang ( Pengangguran)
P: Apa harapan dan keinginan Adi?
N: Pengen sekolah lagi dan pengen  bahagiain orang tua
P: Kalau cita – cita Adi apa?
N: Pengen jadi aparat hukum bang



3.2 Solusi
  1. Adi bisa mengikuti ujian penyetaraan/ mengambil ijazah Paket –C untuk bisa lagi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
  2. Usaha yang dilakukan dalam lingkup keluarga atau orang tua, usaha ini dapat dilakukan dengan orang tua mencontohkan perilaku-perilaku yang baik terhadap anaknya. Pendampingan yang baik terhadap anak dan mendengar aspirasi anak dengan tidak menyepelekannya dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan karakter anak.
  3. Usaha dilakukan dalam lingkungan sekolah, usaha ini dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah maupun sistem pendidikan di sekolah masing-masing, tidak hanya diberikan teori tetapi juga diberikan contoh implementasi yang mudah dipahami.

3.3 Pembahasan Hasil Wawancara
       Berdasarkan data hasil wawancara, Adi merupakan remaja putus dari sekolah dikarenakan faktor pergaulan, ekonomi dan lingkungan yang buruk. Penyimpangan yang di lakukan selama masa sekolah seperti tawuran, bolos dan lain sebagainya merupakan kegagagalan orang tua dan guru dalam mendidiknya. Berdasarkan hal tersebut bahwa semua penyimpangan yang dilakukan Adi bila digolongkan kepada teori-teori kriminologi termasuk teori asosiasi diferensial (differensial association) yang dikemukakan oleh Sutherland. Teori ini menyatakan kejahatan atau tingkah laku kejahatan dipelajari melalui belajar yang tergantung pada keadaan. Ketika seseorang berada di lingkungan yang baik maka dia akan berpeluang menjadi orang yang tidak baik dan begitu pun sebaliknya.

       









BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan ada beberapa faktor yang menyebabkan Adi putus dari sekolah:
1.         Faktor pergaulan
2.         Faktor ekonomi
3.         Faktor lingkungan

4.2 Saran
1.                  Orang tua seharusnya memberi perhatian lebih kepada anak anaknya agar tidak mudah terjerumus pada pergaulan yang tidak baik.
2.                  Guru dan Perangkat pendidikan hendaknya lebih tegas dan disiplin dalam mendidik siswa.
3.                  Linkungan tempat tinggal seharusnya mendorong remaja untuk berbuat dan bersikap yang baik bukan menjerumuskannya pada prilaku negative/ menyimpang.
4.         Para remaja hendaknya bisa memilih teman yang baik agar tidak mudah terjerumus kepada hal –hal yang negatif.












DAFTAR PUSTAKA


Furchan, Arief, MA.,Ph.D. (Penerjemah). 2004. Pengantar penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta
Mustofa, Muhammad, Kriminologi : Kajian Sosial Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, Fisip UI Press. 2007
Santrok, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gunarsa. 1989.Psikologi Perkembangan: Peserta danRemaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia






Tidak ada komentar:

Posting Komentar